Yoval dan Metodologinya
Oleh: Hasanuddin (Mantan Ketua Umum PB HMI)
Membaca buku Yoval Noah Harari, mungkin bagi sebagian kalangan yang membacanya tanpa berpikir akan terkagum-kagum. Kekaguman dapat saja timbul, karena si pembaca hanya membaca testimoni dari Obama, Bill Gate dan Mark Zukemberg pada pembungkus “Sapiens”, atau testimoni David Bunciman, Saul David dan David Kahneman pada pembungkus bukunya yang kedua, “Homo Deus”.
Namun, bagi mereka yang bersedia membaca isi buku kedua buku tersebut sambil menggunakan akalnya, dan bukan dengkulnya, akan mengerti bahwa kedua buku tersebut di penuhi dengan mitologi-mitologi yang sangat banyak, sambil menuduh pandangan yang “berbeda” sebagai mitologi, karena dengkul Noval tidak mampu menerima adanya paradigma yang mampu memahami realitas yang lebih tinggi, daripada realitas rendah yang dapat di pahami dengan pendekatan Darwinisme, Freudianisme, atau materialisme metodis yang digunakan Noval Yoah Harari (NYH) dalam menyusun karyanya.
Pendekatan biologis dalam memahami realitas, telah digunakan oleh Aristoteles, di abad ke 3 SM, termasuk teori “survival of the fittest” dan pantarei, dari Heraklitus sebagai basis dari teori evolusi, yang nampaknya digunakan oleh NYH, setelah teori-teori itu digunakan juga oleh sejumlah biologis seperti Darwin, maupun Freud, atau pada kaum positivisme logis. Hanya saja di tangan NYH, pemanfaatan teori-teori itu nampaknya membuat teori-teori di maksud–yang memang memiliki cacat bawaan, makin tidak logis. Sebab itu, kami menyebutnya dengan “positivisme tidak logis”.
Pernyataan demikian, bukan berarti karya NHY tidak memiliki kemanfaatan. Ada dan besar manfaatnya. Minimal kita tahu bahwa kekeliruan dalam memahami manusia, masih terus berlanjut, karena teori yang cacat bawaan, sejak era yunani itu, masih digunakan.
Catatan ini, tentu tidak memuaskan bagi anda, karena semestinya kritik terhadap sebuah buku apalagi dua buku, mestilah dilakukan dengan lebih detail dan sistematis, juga melalui suatu karya yang sepadan.
Catatan ini hanya ingin mengingatkan bahwa karya YNH itu, tidak memiliki kebaruan paradigma, dan hanya melanjutkan tradisi Darwinisme, dan sedikit ditambah dengan kekaguman terhadap “baby bombers” di silikon valey, kawanan species dari Bill Gate, dan Mark Zukemberg, atau kawanan species dari Obama dan para pengagum liberalisme-materialisme.
Apa yang ditulis panjang lebar oleh NYH di kedua buku itu, sesungguhnya hanya mengembangkan sebuah frase kalimat yang saya sebut sebagai :”Kesadaran Organis”. Suatu bentuk kesadaran yang sempurna dalam dirinya, karena secara organis kesadaran itu di produksi secara mekanis dalam suatu organis, sebagai satu kesatuan organis. Pandangan seperti ini, di yakini sebagai cara pandang yang adekuat dalam memahami tubuh manusia sebagai satu kesatuan organis; menolak adanya dimensi metafisis, dan sebab itu menolak adanya yang bersifat adikodrati, atau supra-natural.
Semua gejala psykhis dianggap sebagai hasil dari produk kesadaran organis. Sebenarnya cara pandang ini, telah di bahas tuntas oleh Wiliam James dalam buku The Varietes of Religous Experience (1958). Namun kami dapat memaklumi jika karya tersebut kurang memuaskan bagi para Darwinisme.
Disamping karena buku William James itu menggunakan kerangka pikir dari “teori ide” Plato, yang kita tahu blum tuntas, juga karena kekaguman William terhadap Imanuel Kant, yang teorinya telah di kritik oleh Hegel, sekalipun Hegel keliru dalam memahami teori Kritik atas rasio murni dari Kant.
Kembali saya tidak akan membahas panjang lebar polemik yang ditimbulkan oleh Hegel atas kritiknya terhadap Kant.
Hal lain, yang nampak dari kedua karya NYH itu, adalah peneguhan atas klaim kebenaran para darwinisme terhadap teori genetik sebagai satu satunya sumber kesadaran. Yang sebenarnya, pandangan Rasisme ini telah digunakan oleh Bani Israel, untuk mempertahankan klaim mereka terhadap kaum “yang terpilih”, sehingga memberi suatu legitimasi akan adanya superioritas ego, yang hampir keseluruhan bab dalam buku itu, tiada lain tentang hal ini. Implikasinya tentu, NYH setuju dengan tindakan Bangsa Israel, dulu hingga hari ini. Sebab itu membaca karya YNH kita tidak perlu heran jika tafsir mototheisme yang digunakannya sejalan dengan pandangan agama Yahudi, terlepas dia memang menganut pandangan itu secara spritual.
Kesadaran organis, memang pendekatan tepat untuk memahami tubuh manusia. Teori evolusi, teori survival of the fittest, dan aneka teoru bio molekuler, neurologi, maupun fisika quantum, tepat digunakan memahami tubuh sebagai suatu kesatuan organis. Hanya saja, seperti yang telah kita liat, pendekatan itu akan membawa kesimpulan bahwa manusia tidak berbeda dengan binatang. Bahwa manusia tiada lain hanya keturunan secara genetik dari simpanse. Sesutu yang mustahil untuk memahami realitas yang lebih tinggi, apalagi memahami realitas yang tertinggi (al-haqq).
Di sinilah letak kekeliruan NYH, dan semua penganut Darwinisme, Freudianisme, atau kalangan positivisme tidak logis itu.
Dan itu sangat nampak terlihat ketika membahas tentang revolusi kognitif, yang disimpulkan sebagai akan menghasilkan agama masa depan yang disebutnya dataisme.
Letak kekeliruan bukan pada NYH, tapi pada pendahulunya yang tidak memahami apa itu akal, wujudnya apa, bagaimana akal bekerja, sehingga akal memiliki kemampuan melampaui dimensi ruang.
Hal berikutnya adalah kekeliruan di dalam memahami waktu. Dalam hal ini bukan hanya Harari yang tidak memahaminya, namun pada umumnya manusia. Waktu telah ada sejak “penggerak utama” menggerakan sesuatu, jadi berawal dari, dan berakhir pada-Nya.
Saya membaca karya NYH itu dengan penuh tawa, karena banyaknya kelucuan di dalamnya. Sebab itu saya telah merasa dihibur olehnya, dan sebab itu saya harus berterima kasih. Insya Allah dengan petunjuk-Nya, Harari akan menemukan hakikat manusia yang nampaknya masih dalam proses pencariannya.
Penulis adalah mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Peiode 2003-2005