Djoko Tjandra Akui Suap untuk Cek Status DPO Sebesar Rp 25 M
ADARA TIMUR – Kasus penghapusan red notice buron kelas kakap Djoko Tjandra terus bergulir.
Fakta baru kembali terungkap dalam persidangan kasus dugaan penerimaan gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam persidangan yang digelar pada Senin (14/12/2020) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat itu, Djoko Tjandra mengungkapkan besaran uang suap untuk mengecek status DPO dirinya oleh Tommy Sumardi yang mencapai Rp25 miliar. Namun, setelah ditawar menjadi Rp10 miliar
“Saya minta kepada Tommy untuk melakukan pengecekan (DPO) bulan Maret itu. Saya di Malaysia, (Tommy) di Jakarta. Saya mengatakan untuk melakukan pengecekan dengan status DPO saya. Selang berapa lama kemudian, ya `bisa saya bantu, saya bantu untuk melakukan pengecekan, tapi ada biayanya Djoko`,” katanya.
Djoko Tjandra pun menyanggupi syarat Tommy terkait `ongkos` itu. Djoko Tjandra mengatakan biaya itu akhirnya disepakati di angka Rp 10 miliar. Namun, sebelum disepakati angka itu, Tommy ternyata meminta ongkos sebesar Rp25 miliar.
“Tentunya ada negosiasi sebelumnya, kalau saya ingat, tentu ini, maaf ya, ini proporsi daripada Pak Tommy ke saya, `ya Pak Djoko Rp25 miliar, `aduh Tom banyak banget, hanya untuk membersihkan nama dari DPO`, terus saya mengatakan saya bersedia bayar anda Rp5 miliar, terus akhirnya beliau turun dari Rp25 miliar menjadi Rp15 miliar, entah apa yang kita berbicara, sehingga kita sampai di titik Rp10 miliar,” ucap Djoko Tjandra seperti dilansir law-justice
Menurut Djoko Tjandra, uang itu memang diperuntukkan untuk Tommy Sumardi. Dia mengaku tidak tahu menahu terkait Tommy memberikan uang itu kepada mantan Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Karo Korwas PPNS Brigjen Prasetijo Utomo seperti yang diakui Tommy dan dalam dakwaan jaksa.
Duduk sebagai terdakwa adalah Brigjen Prasetijo. Dia didakwa menerima suap dari alias Djoko Tjandra. Prasetijo diduga telah membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam red notice Interpol.
Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat Kadivhubinter Polri.
Napoleon disebut jaksa menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Sedangkan Prasetijo didakwa menerima USD 150 ribu yang dikurskan ke rupiah menjadi sekitar Rp2,1 miliar.