Jusuf Kalla Nilai Indonesia Telat Lockdown, PSSB Juga tak Maksimal
JAKARTA – Grafik penambahan kasus positif corona di Indonesia semakin meningkat. Tercatat hingga Rabu (17/6/2020), jumlah kasus positif corona di Indonesia ada 41.431 kasus.
Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo telat untuk menerapkan lockdown.
“Kita belajar dari negara berhasil dan tidak. China, Korea, Jepang, Taiwan, Vietnam, New Zealand itu negara yang berhasil. Yang lainnya belum karena kasusnya dibilang naik terus. Yang paling bagus Vietnam karena lockdown. Kita agak telat menerapkan lockdown. Tetapi masih adalah waktu untuk mengatasi ini,” kata JK seperti melansir detik.com, Rabu, 17 Juni 2020 kemarin.
Dia menilai, negara yang sukses meredam penyebaran COVID-19 karena sudah bersiap sejak Januari 2020.
Sedangkan Indonesia menurutnya, telat menyikapi penanganan pandemi COVID-19 itu.
“Ini tidak mudah. Karena itu pertanyaannya mengapa Asia lebih cepat dari pada Eropa. Karena negara Asia yang sukses menekan penyebaran COVID-19 seperti China, Korea, Taiwan, New Zealand sejak Januari sudah melawan untuk menghindari juga mencegah. Kita sendiri baru siap mulai Maret, sama dengan US, Inggris. Kesannya banyak orang yang memandang enteng. Padahal ini tidak bisa kita pandang enteng,” ucapnya.
Selain itu, dia juga menilai langkah dari pemerintah seperti menerapkan PSBB tidak berjalan efektif. Apalagi, sanksi tidak dijalankan dengan maksimal.
Padahal kata dia, untuk saat ini proses mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pihaknya berencana akan bekerja sama dengan RS untuk donor darah plasma convalescent.
“Kita menerapkan PSBB, atau apapun lah namanya. Kita PSBB tapi disiplin masyarakat rendah dan sanksi tidak kita jalankan, kita PMI menggerakkan teman-teman di Jatim. Sebenarnya teori kesehatan adalah mencegah dari pada mengobati. Kita akan ke RS untuk membantu plasma convalescent dan kita akan sangat ketat dalam memilih darah untuk donornya.” ujarnya.
Selanjutnya menurut dia, stimulus yang dibuat oleh pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi akan sulit selama Corona masih ada.
Di sektor pendidikan dia menilai jika sekolah jarak jauh/di rumah berkepanjangan hingga 1 tahun, maka 1 tahun anak muda Indonesia akan tertinggal.
“Apa pun stimulusnya kalau Corona masih ada, ekonomi tidak akan naik. Contoh di mal masih sepi, orang tidak berbelanja karena ada Corona. Akhirnya orang yang berjualan tidak mendapat pemasukan, tidak ada produksi karena daya beli turun” tegasnya.