Sri Mulyani: Tahun 2020 Negara Defisit Capai Rp 956 Triliun
ADARA TIMUR – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tahun 2020 lalu negara mengalami defisit yang sangat signifikan yakni mencapai Rp 956,3 triliun atau setara 6,09 persen terhadap PDB. Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya tercatat Rp348,7 triliun atau 2,20 persen terhadap PDB.
Kendati begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit APBN 2020 lebih rendah dari outlook pemerintah sebesar 6,34 persen dari pagu yang ditetapkan dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp1.039,2 triliun terhadap PDB.
“Defisit APBN lebih baik dari yang ditulis dalam Perpres 72, namun memang defisit ini lebih besar dari UU awal dalam kondisi sehat yang hanya 1,76 persen atau Rp307,2 triliun. Jadi telihat APBN 2020 awalnya didesain jadi APBN yang sehat untuk mendukung ekonomi,” tuturnya dalam konferensi pers realisasi APBN 2020, Rabu (6/1/2020).
Dia menjelaskan bahwa kenaikan defisit yang signifikan pada 2020 tidak terlepas dari dampak pandemik COVID-19 lantaran pendapatan negara, terutama dari pajak, menurun. Kemudian pemerintah harus menambah belanja negara untuk penanganan kesehatan dan dampak pandemi terhadap masyarakat dan dunia usaha.
Adapun untuk pendapatan negara hingga akhir 2020 mencapai Rp1.633,5 triliun, mengalami kontraksi 16,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp1.960,6 triliun. Realisasi pendapatan negara hanya menyerap 96,1 persen dari pendapatan dalam Perpres 72/2020 secara ditarget sebesar Rp1.699,9 triliun.
Kemudian dari sisi penerimaan pajak, RI tercatat memiliki Rp1.070 triliun triliun atau hanya mencapai 89,3 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yang sebesar Rp1.198,8 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp1.332,7 triliun, realisasi pajak terjadi kontraksi 19,7 persen.
Untuk kepabeanan dan cukai tercatat penerimaan sebesar Rp212,8 triliun. Kemudian untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp338,5 triliun hingga akhir tahun, atau setara dengan 115,1 persen dari target Perpres 72/2020 yang sebesar Rp294,1 triliun. Namun, terkontraksi 17,2 persen dari tahun lalu.
Sementara untuk penerimaan hibah mencapai Rp 12,3 triliun, atau tercatat positif 123,7 persen.
“Pendapatan negara kontraksi 16,7 persen atau turun Rp327 triliun dardi tahun lalu, kalau dibandingkan dengan Undang Undang APBN awal terjadi penurunan Rp599,6 triliun. Itu adalah shock yang terjadi karena kombinasi penerimaan pajak yang turun dan insentif yang diberikan kepada sektor usaha,” ujarnya. (idn)