Amerika Serikat Undang Prabowo, Ada Apa?
Oleh: Fathorrahman Fadli*
Hingga ulasan ini ditulis, kita semua masih menebak-nebak apa maksud Amerika mengundang Prabowo Subianto. Padahal, publik tahu, sekitar 20 tahun Prabowo dicekal masuk ke negeri Paman Sam itu. Artinya dengan undangan itu, Prabowo sudah tidak lagi dicekal. Kepentingan politik Amerika telah mengubah kebijakan pada Prabowo.
Di tengah hiruk-pikuk kontroversi UU Omnibus Law yang berujung demontrasi di berbagai kota di Indonesia, kebijakan mengundang Prabowo tersebut tentu menjadi daya tarik media baik nasional maupun internasional.
Banyak tafsir yang kemudian muncul. Adakah kebijakan tersebut terkait dengan fakta semakin menguatnya posisi China di Laut Cina Selatan (LCS)? Tafsir yang seperti itu cukup mewarnai pemberitaan media-media internasional.
Seperti yang dirilis South China Morning Post, mengutip beberapa ahli media menyebut, langkah ini dilakukan AS untuk menyeimbangkan pengaruh militer dan ekonomi China yang tumbuh di negara terbesar di Asia Tenggara ini.
Menariknya, keputusan Washington untuk mengundang Prabowo itu terbit di tengah meningkatnya ketegangan AS-China yang mengguncang Asia. Ditangan Donald Trump, China dan AS bersitegang di banyak hal, termasuk Laut China Selatan (LCS). Mengapa bukan Jokowi sebagai Presiden Indonesia. Ini soal pilihan strategi.
Pilihan itu tentu sudah diperhitungkan dengan sangat matang oleh para ahli strategi Amerika di rezim Trump itu.
Kita semua tahu, bahwa Prabowo sebagai Menteri Pertahanan memiliki pengaruh yang cukup dalam mewarnai dinamika perseteruan AS-China dalam kemelut Laut China Selatan.
Alex Arifianto, peneliti di S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University mengatakan, langkah tersebut untuk menyeimbangkan pengaruh China dan memastikan agar Indonesia tidak terlalu jauh berpihak pada China.
Dalam analisisnya, Alex melihat pengaruh China dibawah pemerintahan Jokowi telah meningkatkan investasi militer dan ekonominya – terutama infrastruktur dan pertambangan. Alex benar, karena Amerika masih memiliki banyak kepentingan atas Indonesia, terkait banyak instalasi bisnis mereka disini. Selama kepemimpinan Trump, Amerika cenderung berkutat pada urusan domestik sesuai janji-janji kampanyenya dahulu, America First; Make America Great Again. Banyak analis menduga, dengan menjalin hubungan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Amerika bisa kembali meningkatkan pengaruhnya yang melemah semasa kepemimpinan Trump.
Prabowo bisa menjadi kongsi baru Amerika di Indonesia setelah Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal dekat dengan Amerika sudah tidak lagi berkuasa. Nalar ini sangatlah rasional mengingat Prabowo merupakan Jenderal pintar yang pernah mengenyam berbagai pendidikan di Amerika. Prabowo tercatat sebagai lulusan Special Forces Officer Course di Fort Benning, AS.
Mungkin, melalui banyak informan Amerika di Indonesia, Amerika melihat ada peluang besar untuk memanfaatkan posisi Prabowo sebagai Menteri Pertahanan Indonesia. Jika Amerika mampu memadukan Prabowo melalui partai Gerindra dan Susilo Bambang Yudhoyono dengan partai Demokratnya, maka cukup rasanya bagi Amerika untuk membendung kecenderungan kiblat Pemerintah Jokowi ke China yang pengaruhnya makin membesar di Indonesia. Langkah ini nampaknya akan dipakai oleh Amerika jika ingin tetap memiliki pengaruh yang seimbang dengan China di Indonesia.
Sinyal ini nampaknya juga bukan isapan jempol, salah satu fakta menarik adalah ijin Presiden Jokowi pada Prabowo yang melaporkan bahwa dirinya sebagai Menteri Pertahanan diundang secara khusus oleh Pemerintah Amerika melalui kegiatan rutin menteri Pertahanan Amerika. “Saya memang melapor pada Pak Presiden bahwa saya diundang ke Amerika, saya sampaikan, dan beliau membolehkan,” jelas Prabowo dalam special interview dengan salah satu stasiun TV di Indonesia beberapa hari lalu.
Bagi Amerika sebagai negara yang sangat terlatih membangun jaringan politik internasional, hal seperti itu tentu sangatlah mudah. Mereka bisa membuat wajah dunia merah atau merah muda, bukanlah persoalan yang sulit. Termasuk mengubah kebijakan cekal menjadi tidak dicekal. Sebenarnya isu cekal Prabowo masuk Amerika itu sudah mulai mereda sejak Prabowo mencalonkan diri sebagai Presiden pada 2014 lalu. Namun posisi politiknya tidaklah seterang sekarang ini. Menurut jadwal undangan, Prabowo dijadwalkan berada di Amerika pada 15 – 19 Oktober 2020.
Bebasnya Cekal Habieb Rizieq
Jika kita cermati pemberitaan media massa mainstream maupun yang beredar di media sosial, Front Pembela Islam telah mengumumkan informasi tentang bebasnya Imam Besar Habieb Rizieq Shihab (HRS) oleh pemerintah Saudi Arabia.HRS dijadwalkan akan segera kembali ke Indonesia dan sedang dipersiapkan tiket kepulangannya.
Menariknya pengumuman tentang kepulangan HRS dibacakan dalam tiga bahasa yaitu bahasa Arab, bahsa.Inggris, dan bahasa Indonesia. Dari perspektif psikologi politik, pembacaan pengumuman tersebut membawa pesan penting dan luas bahwa pengumuman harus diketahui oleh seluruh dunia. Bahasa Arab diarahkan untuk publik negara-negara dunia Islam (al-alam Islami), sedang bahasa Inggris untuk negara-negara non Timur Tengah.
Bagaimana menghubungkan dua patahan informasi penting itu dalam membaca gejolak Indonesia ke depan. Kita tahu bahwa Indonesia pasca disyahkannya UU Omnibus Law masih menyisakan keresahan yang sangat laten akan munculnya gejolak yang lebih besar. Kesadaran rakyat untuk melakukan perubahan fundamental dalam menata negaranya telah menjadi kesadaran publik. Kehadiran UU Omnibus Law sesungguhnya menjadi katalisator dalam mempercepat dan mempermatang situasi menuju perubahan fundamental yang dikehendaki rakyat.
Jika perubahan besar betul-betul terjadi dimana rakyat sangat anti dengan kehadiran Penguasaan Ekonomi China yang luar biasa melampaui batas, maka tentu saja, Amerika sebagai pesaing China dipentas dunia tak mau ketinggalan begitu saja. Amerika merasa penting untuk ikut memberi warna atas perubahan yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian, pemerintab Amerika masih memiliki akses yang cukup untuk melakukan rencana-rencana strategis mereka di Indonesia.
Nah bagaimana dengan kepulangan HRS ke tanah airnya. Bagaimana meletakkan kehadiran HRS tersebut dalam political games Amerika tersebut. Mari kita lihat dihari-hari yang akan datang. (ngopibareng)
*Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang dan alumnus HMI