Diskusi & Konsultasi
Apakah Benar Ada Arah Liberalisasi Pengelolaan Ketenagalistrikan ?
Dear Pushep, mohon ditanggapi topik untuk diskusi, apakah benar ada arah liberalisasi pengelolaan ketenagalistrikan dengan menyerahkan penentuan tarif listrik berdasar mekanisme pasar dan menjadikan PLN bukan satu-satunya penyedia dan pengelola energi listrik di Indonesia negara dan yang kedua mohon apa perbedaan mendasar antara UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibatalkan oleh MK dengan UU Nomor UU 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan?
Jawaban: Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan, jadi berikut jawabannya
- Liberalisasi pengelolaan ketenagalistrikan
- Filosofi Undang-undang Ketenagalistrikan bukan untuk meliberalisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia, namun dimaksudkan untuk mengatur terciptanya prinsip-prinsip usaha penyediaan tenaga listrik yang sehat (efisien dan transparan) antara lain dengan menerapkan usaha yang sehat bagi wilayah yang memungkinkan, sedangkan untuk wilayah lainnya tetap akan dilakukan secara monopoli oleh BUMN, BUMD, koperasi, dan swasta dalam wilayah usahanya masing-masing, sesuai izin yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah setempat.
- Adanya peran swasta tidak berarti akan dilakukan penjualan aset BUMN kepada swasta, termasuk tidak juga untuk menggantikan peran PLN sebagai perusahaan negara, melainkan untuk mengundang peran serta swasta dalam investasi baru di bidang ketenagalistrikan namun tetap dalam kontrol negara, di mana pengelolaan transmisi dan distribusi tenaga listrik tetap diusahakan oleh BUMN. Hal tersebut juga sejalan dengan sistem perekonomian nasional yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Jadi tidak benar ada liberalisasi pengelolaan ketengalistrikan karena masih ada peran negara dan PLN Sebagai BUMN jelas masih memperoleh “privilege” yang sangat besar. Bagaimanapun, PLN memiliki penguasaan asset, teknologi, sumberdaya manusia yang masih sangat dominan untuk seluruh Indonesia yang begitu luas ini.
- Sehingga, negara masih menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik dan harga yang wajar. Yang dimaksud dengan harga yang wajar adalah harga pada tingkat keekonomian, namun demikian harga jual tenaga listrik merupakan harga jual yang sifatnya regulated, hal ini penting untuk melindungi masyarakat yang kurang mampu agar mendapatkan akses terhadap tersedianya tenaga listrik secara merata dan berkeadilan. Oleh karena itu, harga jual tenaga listrik tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar secara keseluruhan sehingga tidak ada lagi kontrol oleh negara.
- Perbedaan mendasar antara UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibatalkan oleh MK dengan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara UU yang telah dibatalkan oleh MK dan UU listrik yang baru, yakni UU Nomor 30 Tahun 2009, diantaranya adalah:
- Dalam hal pengusaan tenaga listrik, pada UU yang baru (UU 30 Tahun 2009) penguasaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan otonomi daerah. Pada UU No.20 Tahun 2002 yang dibatalkan oleh MK usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh badan usaha.
- Pelaku yang terlibat dalam penyediaan tenaga listrik, tidak hanya BUMN/PLN saja yang berhak untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik atau sebaliknya PLN mempunyai kedudukan yang sama dengan swasta. Namun menurut pasal 11 ayat (1) UU 30 Tahun 2009 selain PLN juga memberi kesempatan kepada BUMD, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik juga mempunyai kesempatan dalam hal melakukan usaha penyediaan tenaga listrik. Walaupun demikian, PLN sebagai perpanjangan tangan dari Negara yang merupakan pelaksana utama usaha penyediaan tenaga listrik, tetap memegang hak untuk mendapatkan prioritas pertama (first right of refusal) dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Apabila PLN sebagai pemilik hak untuk diprioritaskan menolak untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, maka kegiatan ini kemudian ditawarkan kepada entitas-entitas lainnya.
- Perbedaan yang lain adalah regionalisasi penentuan tarif tenaga listrik (Pasal 34) dan Tarif tenaga listrik ditetapkan oleh pemerintah dan harus mendapatkan persetujuan oleh DPR (Pada UU No. 20 Tahun 2002 yang dibatalkan oleh MK tarif tenaga listrik diserahkan kepada mekanisme pasar) serta masalah jual-beli tenaga listrik lintas negara dan harus mendapat ijin dari pemerintah (Pasal 37 – Pasal 41).
- Usaha penyediaan listrik dilakukan secara terintegrasi tidak dipisah-pisahkan (Pada UU No. 20 Tahun 2002 yang dibatalkan oleh MK usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan secara terpisah-pisah )
- Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional disusun berdasarkan Kebijakan Energi Nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. Rencana umum Ketenagalistrikan Daerah ditetapkan oleh Pemda setelah mendapatkan persetujuan oleh DPRD (Pada UU No. 20 Tahun 2002 yang dibatalkan oleh MK Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional tanpa persetujuan DPR maupun Rencana Ketnagalistrikan Daerah tanpa persetujuan DPRD)
(PUSHEP)